TUGAS
PANCASILA 2
TANTANGAN
IDEOLOGI GLOBAL, KONSERVASI IDEOLOGI DAN PEMBELAJARAN IDEOLOGI
Dosen
Pengampu: 1. Prof. Suyahmo, M.Si
2.
Drs. Suprayogi, M.Pd
3.
Noorochmat Isdaryanto, S.S, M.Si
Disusun Oleh Kelompok 10:
1. Arum
Nur Farida 3301412066
2. Mohammad
Ali Hasan 3301412077
3. Wayan
Kalingga Prisma 3301412084
4. Gesti
Aprilia Kusuma W. 3301412090
5. Mariam
Ulfah 3301412105
6. Diah
Kusumawati 3301412110
PENDIDIKAN PANCASILA DAN
KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konteks
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, khususnya di Indonesia
konsep ideologi perlu mendapat kejelasan yang lebih intensif. Ideologi yang
menjadi acuan kehidupan bangsa Indonesia mempunyai karakteristik sebenarnya
yang tidak menutup dirinya terhadap dinamika pembangunan tersebut, oleh karena
itu dikonotasikan sebagai ideologi terbuka. Hal ini memperlihatkan bahwa
ideologi pancasila mempunyai sifat dinamik. Ia dapat menyesuaikan dirinya dengan
perkembangan dan kemajuan kehidupan masyarakat yang sekarang ini sedang
memasuki era globalisasi.
Ideologi terbuka
seperti ini dapat mendukung proses
pembangunan nasional, karena dalam dirinya mengandung dua makna yaitu : (1) ideologi terbuka tidak meletakkan
sesuatu dari luar kepada masyarakat, melainkan memobilisasikan yang sudah ada
didalamnya; (2) ideologi terbuka mengungkapkan nilai-nilai masyarakat secara
eksplisit. Oleh karena itu ideologi terbuka dapat berfungsi secara korektif dan
pemacu pembangunan operasional, melainkan tujuannya dalam wujud nilai-nilai.
Maka ia berfungsi sebagai acuan kritis terhadap penetapan sasaran-sasaran,
strategi dan sasaran pembangunan agar tidak bertentangan dengan nilai-nilai
luhur masyarakat.
Seluruh
kehidupan masyarakat bergairah untuk berpartisipasi dalam pembangunan bilamana
mereka termotivasi untuk mewujudkan nilai-nilai yang diyakini kebenarannya.
Oleh karena itu pembangunan akan semakin berhasil bilamana masyarakat melihat
pembangunan sebagai realisasi nilai-nilai dan harapan-harapan mereka.
Pembangunan akan semakin berhasil, merangsang partisipasi aktif dan kreatif
masyarakat bilamana pembangunan itu sesuai dengan cita-cita masyarakat. hal ini
memperlihatkan bahwa, dalam pembangunan perlu didasarkan pada nilai-nilai dan
harapan-harapan hidup dalam bermasyarakat. Seperti yang dinyatakan oleh abdul
kadir besar bahwa seperangkat nilai-nilai interinsik yang diyakini kebenarannya
dan dijadikan dasar untuk menata masyarakat dalam bernegara, tidak lain adalah
sebagai wujud cita-cita atau ideologi itu sendiri (abdulkadir besar 1983 : 2).
Pendidikan pada hakikatnya adalah
usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan/keahlian dalam
kesatuan organis, harmonis dinamis, didalam dan diluar sekolah dan berlangsung
seumur hidup. Oleh karena itu pengembangan pendidikan haruslah berorientasi
kepada dua tujuan, yakni untuk pembinaan moral dan intelektual. Oleh karena
itu proses dan isi pembelajaran hendaknya dirancang secara cermat sesuai dengan
tujuan pendidikan. Pada giliran selanjutnya akan menjadi potensi bagi proses
pembelajaran yang berkualitas.
Pancasilalah
yang dapat menjamin utuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam
kehidupan bangsa Indonesia yang sangat majemuk ini. Oleh karena itu, harus ada
upaya untuk terus mempertebal keyakinan terhadap pentingnya Pancasila bagi
kehidupan bangsa Indonesia. Di samping itu, pemahaman terhadap wawasan
kebangsaan juga harus ditingkatkan. Wawasan Nusantara yang menjadi doktrin
dasar nasional, dan ketahanan nasional pada saat ini kurang
mendapat perhatian. Sebab, sangat mungkin masyarakat tidak memahami
Pancasila, sehingga Pancasila dianggap tidak penting.
Uraian diatas
yang menjelaskan secara singkat tentang peranan ieologi dalam konteks
pembangunan, kita perlu kembali merenungkan ideologi kita sendiri. Pembangunan
di negara kita berlandaskan Pancasila. Pancasila bukanlah tergolong ideologi tertutup, melainkan ideologi
terbuka. Ia merupakan perumusan nilai-nilai dan cita-cita masyarakat Indonesia
dalam dimensi politik. Justru sebagai ideologi terbuka, pancasila sangat
efektif sebagai landasan pembangunan. Pembangunan yang didasarkan pancasila di
satu pihak dapat memobilitasikan motivasi yang secara potensial ada dalam
masyarakat, di lain pihak akan menolak segala cara yang tidak sesuai dengan
kepribadian dan cita-cita bangsa indonesia tentang kemanusiaan universal. Banyak ahli di Tanah Air kemudian
mengajukan opini tentang pentingnya mengembalikan posisi Pancasila sebagai
nafas bangsa. Kebijakan di Era Refomasi yang menghapus keberadaan Pancasila
dari kurikulum sekolah lantas dianggap sebagai biang kerok persoalan yang
menyebabkan nilai-nilai Pancasila tercabut dari sendi-sendi kehidupan
masyarakat Indonesia. Dalam makalah ini akan membahas mengenai “Tantangan
Ideologi Global, Konservasi Ideologi Dan Pembelajaran Ideologi”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang diatas bahwa kami akan mengkaji
beberapa rumusan masalah yang diantaranya?
1. Bagaimana
Peranan Ideologi Pancasila dalam arus Globalisasi?
2. Bagaimana
Ideologi Pancasila dalam Pengajaran di Kelas?
3. Bagaimana
melestarikan Ideologi dengan mengaitkan pada Ideologi Pancasila?
C. Tujuan
1. Untuk
mengetahui peranan Ideologi Pancasila dalam arus Globalisasi
2. Untuk
mengetahui cara mendaratkan Ideologi Pancasila dalam Pengajaran di Kelas
3. Untuk
mengetahui cara pelestarian Ideologi Pancasila dengan mengaitkan pada Ideologi
Pancasila
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Peranan
Ideologi Pancasila dalam arus Globalisasi
Dengan ambruknya beberapa negara komunis, berarti
pula bangkrutnya ideologi komunis, dan surutnya peradaban individualistik. Oleh
karena ideologi Pancasila merupakan ideologi yang berwatak intregalistik, maka
tentu saja ia dapat berperan mengarahkan dinamika globalisasi ke arah yang
seharusnya.
Namun demikian, peran itu tidak secara otomatis
berjalan dengan sendirinya, tanpa di ikhtiarkan oleh para pendukungnya. Sebab,
sabagaimana diketahui, setiap ideologi selalu menuntut adanya loyalitas serta
keterlibatan optimal dari para pedukungnya.
Ideologi Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia
menghadapi tantangan yang tidak ringan,
baik
yang bersifat internal maupun yang bersifat eksternal. Secara internal,
Pancasila dihadapkan pada peranannya di dalam mempersatukan bangsa Indonesia
dan tidak selamanya mudah dilakukan. Kebhinekaan atau kemajemukan Indonesia,
sepintas lalu memang jauh lebih menonjol daripada kesatuannya. Oleh karena itu,
bahaya disintegrasi selalu merupkan ancaman baik riil maupun potensial. Eka
Darmaputra dalam disertasinya yang berjudul “Pancasila and the Search for Identity and Modernity a Cultural and
Ethical Analysis”: dalam salah satu kesimpulannya mengatakan bahwa
integrasi adalah masalah yang paling pokok bagi masyarakat Indonesia, justru
oleh karena integrasi mengasumsikan adanya pluralitas dan heterogenitas
(Darmaputera, 1988: 40). Dalam kesempatan lain, Darmaputera mengatakan bahwa
efektifitas Pancasila haruslah diukur dari sampai sejauh mana ia mampu
mempertahankan baik ke-“bhinneka”- an maupun ke-“tunggal”-an Indonesia di dalam
suatu keseimbangan yang dinamis dan kreatif (Darmaputera, 1988: 29).
Tantangan eksternal yang dihadapi oleh Pancasila
adalah bahwa di era
diglobalisasi ini muncul kecenderungan berakhirnya negara bangsa sebagaimana
disinyalir oleh Kenichi Ohmae dan Heidi-Alfin Toffler.
Pemecahan masalah-masalah global, menurut Ohmae
tidak lagi didasarkan pada satuan-satuan politik berupa negara bangsa,
melainkan pada unit-unit geografi, yang ia sebut ”region state”. Dalam bukunya
“The end of the Nation State” Ohmae menulis: the only hope is to reverse the
postfeudal centralizing tendencies of the modern era and allow or better,
encourage the economic pendulum to swing away from nation and back toward
region (ohmae, 1995:142).
Senada dengan pendapat ohmae, Alfin dan heidi
Toffler menyatakan: the old hard edges of the nation state are eroding. These
region units area assuming economic viability in the placed where the third
wave is most advance (toffler and Heidi Toffler, 1993:243-243). Berakhirnya peran negara bangsa
sebagaimana diisukan Ohmae dan Toffler, tidak berarti bahwa peran ideologi
menjadi tidak ada. Ideologi, sepanjang manusia masih ada, ia tetap eksis, sebab
manusia merupakan sumber genetik dari ideologi. Yang bisa terjadi adalah,
seperti yang tengah dikemukakan oleh Mustafa Rejai, ideologi bisa muncul, surut
dan kemudian bangkit lagi dalam bentuknya yang baru.
Fenomena globalisasi, di satu sisi ditandai oleh
surutnya peradaban individualistik, dan di sisi lain sedang tumbuh peradaban
dimana antara negara yang satu dengan negara lain yang saling tergantung.
Seperti dikatakan Karl Deutsch : “Despite the persistence of nation state,
international interdependen- ce has increared in severak important sector of
human behavior. The world continous to be ever more science and technology, and
in political culture” (Deutsch, 1971:81).
Sesuai
tesis ontologik dalam MEAS, diantaranya : ada
itu memberi, dimana antara dua fenomen atau lebih yang saling tergantung,
bisa ada yang bisa lestari, hanya melalui interaksi saling memberi, maka bila
negara kebangsaan ingin melestarikan eksistensinya, hanya dapat mereka wujudkan
melalui interaksi saling memberi antar negara yang terselenggara secara terus
menerus ini, oleh pembukaan UUD 1945 dikualifikasikan sebagai “ketertiban
Dunia”.
Paham ketertiban dunia (Indonesia) berdasarkan pada
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, dimana “kemerdekaan”
menunjukkan pada subjek yang berinteraksi saling memberi. Dalam pengertian ini,
disatu pihak negara kebangsaan sebagai subjek diakui sebagai pengemban
kedaulatan maksimum, tetapi dipihak lain, karena secara alami terdapat relasi
saling tergantung, maka terpeliharanya kedaulatan maksimum tersebut, sampai
tingkat tertentu tergantung pada terlaksananya kewajiban memberi dari negara–negara
yang bertautan dengannya (Besar, 1992:28).
Pancasila adalah ideologi yang berwatak integralistik.
Hakikat yang terkandung didalamnya adalah kebersamaan. Kebersamaan itu bisa
terwujud realitas terintegrasinya sejumlah pluralitas dan bisa berwujud pula
suatu idea yang mengakui adanya pluralitas yang secara alami berinteraksi
saling tergantung membentuk sebuah kebersamaan.
Ketahanan nasional sebagai kondisi dinamika adalah
terintegrasinya atau kebersamaan pluralitas yang berwujud delapan gatra.
Sebagai masukan instrumental, gatra ideologi memiliki peran mengendalikan
kehidupan politik. Dengan demikian, ia berkedudukan pada jenjang satu tingkat
diatas jenjang gatra politik. Dalam bahasa teknikal sistem, relasi antara gatra
ideologi dan gatra politik adalah relasi kendali asimetrik. Karena antara gatra
politik dan transitif gatra ideologi juga mengendalikan gatra ekonomi, gatra
budaya, dan gatra keamanan. Demikian pula, karena segenap jaringan interaksi
antara gatra alamiah (geografi, demografi dan sumber daya alam). Dan tiga gatra
sosial (ekonomi, budaya, dan keamanan) selalu dalam kendali gatra politik, maka
dapat disimpulkan bahwa hubungan antara gatra ideologi dengan ketujuh gatra
lainnya adalah bersifat kendali asimetrik.
Pancasila adalah idea yang mengakui pluralitas yang
membutuhkan kebersamaan, sedangkan ketahanan nasional adalah perwujudan pancasila
dalam kehidupan nasional suatu bangsa. Dalam relasi yang demikian ini, wajar
bahwa ideologi pancasila berkemampuan persis (akurat) untuk membimbing
penyelenggaraan ketahanan nasional. Ketertiban dunia seperti yang dirancang
oleh Founding Fathers kita adalah realitas terintergrasinya segenap kondisi
ketahanan nasional dari semua bangsa yang ada yang ingin diwujudkan.
Oleh karena konsep ketertiban dunia pada hakikatnya
merupakan perwujudan pancasila dengan wataknya yang integralistik dan sifat
integralistik ini merupakan sesuatu yang alami, maka dengan sendirinya ia dapat
diwujudkan. Ini artinya bahwa ideologi pancasila berpeluang untuk membimbing
penyelenggaraan ketertiban dunia. Berhubung pancasila adalah idea, maka mampu
berperan demikian, membutuhkan karya nyata dari para pendukungnya yang berwujud
karya pemikiran, karya politik, karya ekonomi, karya sosial budaya, dan karya
keamanan.
B.
Ideologi
Pancasila dalam Pengajaran di Kelas
Pemerintah berkepentingan
mengajarkan weltanschauung (pandangan hidup) ke generasi selanjutnya
dan meneruskan cita-cita para pendiri bangsa. Sebab itulah, mata pelajaran
pendidikan Pancasila menjadi wajib. Pelajaran ini disajikan dan diambil
mulai dari kelas 1 SD sampai dengan semester 1 di perguruan tinggi, di
luar kewajiban mengikuti upacara bendera. Tentunya, pelajaran ini
dibuat bukan hanya sebagai jargon, apalagi dicemooh. Pendidikan Pancasila
menjadi kebutuhan dasar hidup bersama sebagai bagian dari kontrak sosial.
Latar belakang Satuan Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SK-KD) untuk jenjang
SD-MI sampai dengan SMA-MA menyebutkan:
“Mata
Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan
pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan
kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan
berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945”.
Dengan demikian,
secara “teori”, setiap penduduk Indonesia perlu mempunyai kompetensi dan
pemahaman atas anutan nilai/gaya hidup yang mumpuni mengenai ideologi
bangsa ini yang tidak perlu dipertentangkan lagi. Tampaknya terjadi kekacauan di
dalamnya tidak
membedakannya antara Pancasila sebagai sitem nilai-nilai kebersamaan bangsa
Indonesia dengan praktik kehidupan di masa lalu yang telah menyeleweng dari
nilai-nilai etika Pancasila. Di dalam suasana keraguan akan nilai-nilai luhur
Pancasila yang dimiliki oleh bangsa Indonesia orang mencari nilai-nilai baru
yang diperlukan oleh bangsa Indonesia di dalam menghadapi masalah kehidupan
masa depan bangsa. (Weilin
Han).
Pendidikan pada hakikatnya adalah
usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan/keahlian dalam
kesatuan organis harmonis dinamis, didalam dan diluar sekolah dan berlangsung
seumur hidup. Oleh karena itu pengembangan pendidikan haruslah berorientasi
kepada dua tujuan, yakni untuk pembinaan moral dan intelektual. Moral tanpa
intelektual akan tidak berdaya. Intelektual tanpa moral akan berbahaya, karena
seseorang dapat menggunakan kepandaiannya itu untuk kepentingannya sendiri dan
merugikan orang lain. Selain itu pendidikan juga suatu proses secara sadar dan
terencana untuk membelajarkan peserta didik dan masyarakat dalam rangka
membangun watak dan peradaban manusia yang bermartabat. Ialah manusia – manusia
yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha kemanusiaan, menghargai sesama, santun dan tenggang
rasa, toleransi dan mengembangkan kebersamaan dan keberagaman, membangun
kedisiplinan dan kemandirian, sesuai dengan nilai – nilai pancasila. Oleh karena itu proses dan isi pembelajaran hendaknya
dirancang secara cermat sesuai dengan tujuan pendidikan. Pada giliran
selanjutnya akan menjadi potensi bagi proses pembelajaran yang berkualitas.
Pembentukan nilai-nilai positif
sebagai warga dan sebagai warga negara yang baik dimulai di lingkungan
keluarga. Di dalam lingkungan keluargalah anak-anak mulai mengenal nilai-nilai
yang positif yang dijabarkan dari nilai-nilai Pancasila. Tentunya di dalam
lingkungan keluarga tidak diajarkan secara formal nilai-nilai Pancasila yang
abstrak itu tetapi penjabaran dari nilai-nilai Pancasila seperti toleransi
terhadap perbedaan misalnya di dalam kepercayaan, agama, suku, dan sebagainya
sudah dapat dimulai dalam lingkungan keluarga.
Dikalangan siswa atau dibangku
sekolahan, masih banyak anak sekolahan yang melanggar aturan sekolah dan
lingkungan sekitarnya seperti banyak siswa sekarang yang mabuk-mabukan, kebut-kebutan
di jalan, bolos, dan yang paling marak terjadi penyimpangan dari aturan atau
norma pada saat ini adalah tauran. Tawuran
dikalangan siswa sudah berada ditingkat atas dimana tawuran
tersebut membuat aturan yang telah berlaku hanya sebagai lukisan dinding yang
dipajang. Tawuran
tersebut telah menjadi-jadi artinya tawuran yang
disertai pembunuhan. Meskipun semua orang telah tahu akan hal itu khususnya
siswa tetapi mereka tetap saja tidak sadar akan norma yang mengatur, sebenarnya
sebagai siswa harus wajib menuntut ilmu, belajar dengan sungguh-sungguh, dan
yang paling penting sebagai penerus bangsa dan negara Republik Indonesia yaitu
mengamalkan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari bukan mengamalkan
hal-hal yang menyimpang dari aturan.
Selain itu, meskipun sekolah telah
menerapkan aturan yang tegas dan mengikat, tetapi tetap saja penyimpangan itu
terjadi. Hal seperti itu masih perlu ditingkatkan dari dalam diri siswa itu
sendiri bila perlu sekolah tersebut membuat aturan lain agar siswa tersebut
bisa disiplin dan tidak menyimpang dari aturan atau norma.
Dalam bidang sosial budaya, disatu
sisi kebebasan berbicara, bersikap,dan bertindak amat memacu kreativitas
masyarakat. Namun, di sisi lain justru menimbulkan semangat primordialisme.
Benturan antar suku, antarumat beragama, antar kelompok, dan antar daerah
terjadi dimana-mana. Kriminalitas meningkat dan pengerahan masa menjadi cara
untuk menyelesaikan
berbagai persoalan yang berpotensi tindakan kekerasan. Kondisi nyata saat
ini yang dihadapi adalah munculnya ego kedaerahan dan primordialisme sempit,
munculnya indikasi tersebut sebagai salah satu gambaran menurunnya pemahaman
tentang Pancasila sebagai suatu ideologi, dasar negara, azas, paham negara. Padahal seperti diketahui Pancasila sebagai sistem
yang terdiri dari lima sila (sikap/prinsip/pandangan hidup) dan merupakan suatu
keutuhan yang saling menjiwai dan dijiwai itu digali dari kepribadian bangsa
Indonesia yang majemuk bermacam etnis/suku bangsa, agama dan budaya yang
bersumpah menjadi satu bangsa, satu tanah air dan satu bahasa persatuan, sesuai
dengan Bhineka Tunggal Ika. Menurunnya rasa persatuan dan kesatuan diantara
sesama warga bangsa saat ini adalah yang ditandai dengan adanya konflik di beberapa
daerah, baik konflik horizontal maupun konflik vertikal, seperti halnya yang
masih terjadi di Lampung, Poso, dan Papua, serta beberapa daerah lain di
Indonesia. Berbagai
konflik yang terjadi dan telah banyak menelan korban jiwa antar sesama warga
bangsa dalam kehidupan masyarakat, seolah-olah wawasan kebangsaan yang
dilandasi oleh nilai-nilai Pancasila yang lebih mengutamakan kerukunan telah
hilang dari kehidupan masyarakat Indonesia.
Pancasila memberikan corak yang khas
kepada bangsa Indonesia dan tak dapat dipisahkan dari bangsa Indonesia serta
merupakan ciri khas yaitu membedakan bangsa Indonesia dari bangsa lain.
Terdapat kemungkinan, bahwa tiap-tiap sila secara terlepas dari yang lain,
bersifat universal yang juga dimiliki bangsa-bangsa lain di dunia ini, akan
tetapi ke-5 sila yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisah pula itulah
yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia. Kenyataan sehar-hari yang kita lihat
dalam masyarakat bangsa Indonesia antara lain :
- Bangsa Indonesia sejak dahulu sebagai bangsa yang religius, percaya akan adanya zat yang maha kuasa dan mempunyai keyakinan yang penuh, bahwa segala sesuatu yang ada dimuka bumi ini akan ciptaan Tuhan. Dalam sejarah nenek moyang, kita ketahui bahwa kepercayaan kepada Tuhan itu dimulai dari bentuk dinamisme (serba tenaga), lalu animisme (serba arwah), kemudian menjadi politeisme (serba dewa) dan akhirnya menjadi monoteisme (kepercayaan akan adanya Tuhan Yang Maha Esa) sisanya dalam bentuk peninggalan tempat-tempat pemujaan dan peribadatan upacara-upacara ritual keagamaan.
- Sejak dahulu, bangsa Indonesia berkeyakinan bahwa pada hakekatnya semua manusia dilahirkan sama, dan karena itu yang hidup dan menikmati kehadapan sepenuhnya watak mesti bangsa Indonesia yang sebenarnya, tidak menyukai perbedaan perihal martabat yang disebabkan karena perbedaan warna kulit, daerah keturunan dan kasta seperti yang terjadi masyarakat feodal.
- Karena pengaruh keadaan geografisnya yang terpencar antara satu wilayah dengan wilayah yang lainnya, antar satu pulau dengan pulau lainnya maka Indonesia terkenal mempunyai banyak perbedaan yang beraneka ragam sejak dari perbedaan bahasa daerah, suku bangsa, adat istiadat, kesenian dan kebudayaannya (bhineka), tetapi karena mempunyai kepentingan yang sama, maka setiap ada bagian yang mengancam dari luar selalu menimbulkan kesadaran bahwa dalam kebhinekaan itu terdapat ketunggalan yang harus diutamakan kesadaran kebangsaan yang berbeda yaitu sebagai bangsaIndonesia.
- Ciri khas yang merupakan kepribadian bangsa dari berbagai suku, bangsa Indonesia adalah adanya prinsip musyawarah diantara warga masyarakat sendiri dalam mengatur tata kehidupan mereka. Sedangkan kepala desa, kepala suku,dan sebagainya hanya merupakan pamong (pembimbing mereka yang dipilih dan dari antara mereka sendiri, prinsip musyawarah dan masyarakat yang merupakan inti dari kerakyatan telah dipraktekkan dalam kehidupan masyarakat adat seperti : desa marga, kurnia, nagori, banua, dsb.
- Salah satu bentuk khusus dari kerakyatan ialah kerakyatan dibidang ekonomi, yang dirumuskan sebagai keadilan atau kesejahteraan sosial bagi rakyat Indonesia, asas ini sudah dikenal berabad-abad lamanya yang sisanya masih dapat kita jumpai dalam masyarakat terutama di desa, yaitu kebisaaan tolong menolong antara sesama masyarakat, gotong – royong dalam mengusahakan kepentingan bersama atau membantu (menolong seseorang yang sangat membutuhkan seperti materialistik, kapitalisme dan individualisme sama sekali tidak disukai oleh bangsa Indonesia, karena tidak memungkinkan tercapainya keadilan/kesejahteraan sosial.
Ø Paradigma
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) Dalam Konteks Kurikulum 2013
Dalam konstelasi konseptual, maka Pendidikan
Kewarganegaraan secara psikopedagogis/andragogis dan sosiokultural harus
dirancang, dilaksanakan, dan dievaluasi dalam konteks pengembangan kecerdasan
kewarganegaraan (Civic Intelligence)
yang secara psikososial tercermin dalam penguasaan pengetahuan kewarganegaraan
(Civic Knowledge), perwujudan sikap
kewarganegaraan (Civic Dispositions),
penampilan keterampilan kewarganegaraan (Civic
Skills), pemilikan komitmen kewarganegaraan (Civic Committment), pemilikan keteguhan kewarganegaraan (Civic Confidence), dan penampilan
kecakapan kewarganegaraan (Civic
Competence) yang kesemua itu memancar dari setiap warganegara dan
mengkristal kembali menjadi kebajikan/keadaban kewarganegaraan (Civic Virtues/Civility) (CCE;1994,
Winataputra: 2001). Keseluruhan kemapuan itu merupakan pembekalan bagi setiap
warganegara untuk secara sadar melakukan partisipasi kewarganegaraan (Civic Participation) sebagai perwujudan
dari tanggung jawab kewarganegaraan (Civic
Responsibility).
Untuk mewujudkan
tujuan pendidikan kewarganegaraan sebagai wahana pendidikan untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa dalam arti utuh dan luas, maka untuk jenjang pendidikan dasar
dan pendidikan menengah nama mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
disesuaikan menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, yang bertujuan
untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang secara utuh memiliki rasa
kebangsaan dan cinta tanah air yang dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila,
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, semangat Bhinneka
Tunggal Ika, dan komitmen Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Karena itu
revitalisasi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) menjadi Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) untuk jenjang pendidikan dasar dan jenjang
pendidikan menengah, maka tidak relevan lagi adanya pemisahan mata pelajaran
Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan. Secara idiil dan
instrumental konsep, visi, dan misi serta muatan PPKn tersebut sudah secara
utuh mengintegrasikan filsafat, nilai, dan moral Pancasila dengan keseluruhan
tuntutan psikopedagogis dan sosial-kultural warga negara dalam konteks
pembudayaan Pancasila, UUD NRI 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI.
Lain halnya
untuk perguruan tinggi sesuai dengan imperatif Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2012, dikemas dan diwadahi dalam dua mata kuliah yakni mata kuliah Pendidikan
Pancasila yang lebih menekankan pada pendekatan filosofis-ideologis dan
sosio-andragogis dalam konteks nilai ideal dan instrumental Pancasila dan UUD
NRI 1945, dan mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan yang lebih menekankan pada
pendekatan psiko-andragogis dan sosio-kultural dalam konteks nilai intrumental
dan praksis Pancasila dan UUD NRI 1945, serta nilai kontemporer
kosmopolitanisme.
Dengan adanya
perkembangan baru dalam pengorganisasian pendidikan kewarganegaraan tersebut,
terdapat kebutuhan dan tantangan baru bagi semua Guru PPKn dan semua dosen
Pendidikan Pancasila dan Pendidikan kewarganegaraan.
Penyempurnaan
dan Penguatan PPKn di sekolah, secara komprehensif memberi tantangan sekaligus
menimbulkan implikasi terhadap peningkatan kualifikasi, kompetensi,
sertifikasi, dan kinerja guru PPKn secara berkelanjutan. Guru dituntut menguasai secara mendalam dan
komprehensif latar belakang dan semangat perubahan tersebut
mulai dari nama, misi, substansi, strategi, pembelajaran, dan penilaian PPKn.
Penguatan kurikulum PPKn ini juga menuntut adanya perubahan pola pikir, pola
sikap dan pola tindak, serta budaya profesional guru, terkait pengembangan
secara integratif dimensi pengetahuan kewarganegaraan, sikap kewarganegaraan,
keterampilan kewarganegaraan, keteguhan kewarganegaraan, komitmen
kewarganegaraan, dan kompetensi kewarganegaraan, untuk menghasilkan pribadi
warga negara yang cerdas dan baik.
Penetapan adanya
dua mata kuliah wajib umum (MKWU), yakni Pendidikan Pancasila (PP) dan
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) di perguruan tinggi memberi tantangan
sekaligus menimbulkan implikasi terhadap penyegaran, pengadaan dosen PP dan
dosen PKn secara berkelanjutan. Semuanya dosen PP dan/atau PKn dituntut untuk
menguasai secara mendalam dan komprehensif latar belakang dan yang terkandung
dalam visi, misi, substansi, strategi, pembelajaran, dan penilaiannya.
Penguatan profesionalisme dosen ini juga menuntut adanya perubahan pola pikir,
pola sikap dan pola tindak, serta budaya profesional dosen terkait proses
pengembangan secara utuh/holistik dimensi pengetahuan kewarganegaraan, sikap
kewarganegaraan, keterampilan kewarganegaraan, keteguhan kewarganegaraan,
komitmen kewarganegaraan, dan kompetensi kewarganegaraan.
Pembelajaran
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di sekolah dilakukan melalui penerapan
berbagai pembelajaran inovatif, kreatif, dan konstekstual sebagai wahana
pembentukan karakter peserta didik secara utuh. Pengalaman belajar diseleksi
dan diorganisasikan dengan menggunakan antara lain: (1) pendidikan nilai dan
moral; (2) pendekatan lingkungan meluas; (3) pembelajaran aktif; (4) pemecahan
masalah; (5) pendekatan kontekstual; (6) pembelajaran terpadu; (7) pembelajaran
kelompok (8) praktik belajar kewarganegaraan; (9) pemberian keteladanan; dan
(10) penciptaan iklim kelas dan budaya sekolah yang berkarakter sesuai dengan
nilai dan moral Pancasila.
Mata kuliah
Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi
menerapkan pendekatan berbasis proses keilmuan (epistemological /scientific
approach) yang menekankan pada strategi dasar pembelajaran yang mencakup:proses
mengamati, menanya, menggali informasi, menalar, serta mengkomunikasikan dan
selanjutnya bermuara pada internalisasi dan personalisasi nilai dan moral dalam
konteks karakter keindonesiaan, kemanusiaan, dan peradaban dunia. Model
pembelajaran dikembangkan dengan paradigma proses membangun pengetahuan melalui
berbagai penalaran induktif dan/atau deduktif (problem-based learning,
inquiry/discovery learning) dalam bingkai membangun pengetahuan melalui
transformasi-building knowledge through transformation of experiences.
C.
Pelestarian
(Konservasi) Ideologi Pancasila
Hanya Pancasila yang dapat
menjamin utuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu,
harus ada upaya untuk terus mempertebal keyakinan terhadap pentingnya
Pancasila bagi kehidupan bangsa Indonesia. Di samping itu,
pemahaman terhadap wawasan kebangsaan juga harus ditingkatkan. Wawasan
Nusantara yang menjadi doktrin dasar nasional, dan ketahanan nasional pada
saat ini juga kurang mendapat
perhatian. Sebab, sangat mungkin masyarakat tidak memahami Pancasila, sehingga Pancasila dianggap tidak penting. Jika pada saat ini kondisi dan tujuan bangsa Indonesia masih jauh dari harapan, itu bukan berarti Pancasila yang salah.
perhatian. Sebab, sangat mungkin masyarakat tidak memahami Pancasila, sehingga Pancasila dianggap tidak penting. Jika pada saat ini kondisi dan tujuan bangsa Indonesia masih jauh dari harapan, itu bukan berarti Pancasila yang salah.
Tetapi, manusia-manusialah yang
belum mengamalkan Pancasila. Yang terjadi adalah penyimpangan terhadap
Pancasila. Banyaknya pelanggaran hukum seperti maraknya korupsi, kolusi
dan nepotisme (KKN) sebenarnya merupakan pelanggaran terhadap Pancasila. Hidup
dengan gaya hedonisme dan konsumerisme pada saat ini merupakan contoh
orang yang tidak dapat mengamalkan Pancasila.
Demikian rapuhnya rasa solidaritas
sosial, patriotisme, tipisnya toleranisme, kebebasan yang kebablasan,
anarki dalam politik dan ekonomi yang menimbulkan ketidakadilan adalah
perbuatan yang bertentangan dengan Pancasila. Atas dasar dan gambaran
tersebut, kini saatnya bangsa Indonesia menyadari kembali untuk lebih
memahami, mengamalkan, mengaktualisasikan dalam kehidupan
sehari-hari. Kita perlu menyelamatkan "akta" dan warisan yang
tidak ternilai dari para pendiri Republik Indonesia. Hanya dengan itu,
bangsa Indonesia dapat menjaga amanah para pejuang yang telah memberikan
milik yang paling berharga, jiwa raganya. Semua pihak yang merasa telah
mengkhianati atau menodai Pancasila, yang hanya mengedepankan kepentingan
pribadi dan kelompoknya, seyogyanya mawas diri. Harus ada pemahaman, mengapa
mereka dapat hidup di alam kemerdekaan saat ini, untuk apa hidupnya, dan akan
ke mana arah yang dituju.
Setiap bangsa dan negara yang ingin
berdiri kokoh dan kuat, tidak mudah terombang- ambing oleh kerasnya persoalan
hidup berbangsa dan bernegara, sudah barang tentu perlu memiliki dasar
negara dan ideologi negara yang kokoh dan kuat pula. Tanpa itu, maka bangsa dan
negara akan rapuh. Mempelajari Pancasila lebih dalam menjadikan kita
sadar sebagai bangsa Indonesia yang memiliki jati diri dan harus diwujudkan
dalam pergaulan hidup sehari-hari untuk menunjukkan identitas bangsa yang
lebih bermartabat dan
berbudaya tinggi.
berbudaya tinggi.
Indonesia ialah bangsa yang mempunyai banyak aset yang sangat
layak untuk dibanggakan; yang unik, memiliki nilai intrinsik, eksoteris, dan
tidak terdapat di belahan lain di muka bumi ini. Namun, di atas semua aset
bernilai yang milik masyarakat Indonesia, hanya satu yang mampu merekatkan
serta menyatukan itu semua, itulah Pancasila. Dan, inilah aset yang paling
layak kita banggakan.
Sayang sekali, sejak
maraknya isu terorisme, khususnya pasca teror bom buku dan bom di masjid
al-Taqwa, Kompleks Markas Kepolisian Resor Kota Cirebon , yang menguatkan opini
kemunculan kembali ideologi Negara Islam Indonesia (NII) sebagai ideologi
tandingan, keberadaan Pancasila sebagai ideologi pemersatu negeri terancam.
Bersamaan dengan itu pula kita tersadar bahwa kita cukup lama melupakan Pancasila,
sehingga keberadaannya begitu rentan terhadap ancaman “virus” ideologi
transnasional.
Banyak ahli di Tanah Air
kemudian mengajukan opini tentang pentingnya mengembalikan posisi Pancasila
sebagai nafas bangsa. Kebijakan di Era Refomasi yang menghapus keberadaan
Pancasila dari kurikulum sekolah lantas dianggap sebagai biang kerok persoalan
yang menyebabkan nilai-nilai Pancasila tercabut dari sendi-sendi kehidupan
masyarakat Indonesia.
Dalam hal ini yang
paling penting dalam hal Pancasila dan hubungannya dengan acaman
ideologi-ideologi tandingan adalah dengan membangkitkan kesadaran komunal di
setiap umat beragama, terutama ahli agama, akan pentingnya meremajakan
Pancasila, yaitu dengan menghiasi Pancasila dengan doktrin-doktrin keagamaan,
sehingga Pancasila tidak lagi dilihat sebagai “sesuatu yang lain”, yang berada
di luar doktrin keagamaan yang eksis di Tanah Air.
Jika kita merujuk pada
sumber-sumber sejarah awal pembentukan Republik Indonesia, niscaya kita temukan
di sana bahwa Pancasila merupakan hasil perasan dari nilai-nilai luhur yang
diakui oleh semua agama. Oleh sebab itu, Pancasila haruslah dilihat sebagai
produk tafsir dari teks-teks suci agama itu sendiri, tanpa terkecuali. Hanya
dengan begitu, eksistensi, rasa kepemilikan serta kebanggaan kita terhadap
Pancasila akan tetap terjaga. (Nur
hasan. 2011)
Ingatlah latar belakang
digunakannya Pancasila sebagai dasar negara. Kemudian ingat pula
keunggulan sila-sila dalam Pancasila. Kita menggunakan Pancasila sebagai
dasar atau pondasi berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Dasar negara Pancasila dapat memenuhi keinginan semua pihak. Dasar negara
Pancasila dapat mempersatukan bangsa Indonesia yang terdiri dari
banyak suku, agama, dan adat istiadat atau kebudayaan. Dasar negara Pancasila
sangatlah lengkap, berisikan sila-sila sesuai keinginan atau kebutuhan
bangsa Indonesia seperti kebutuhan akan kehidupan yang berketuhanan atau
beragama, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan atau demokrasi, dan kebutuhan
akan keadilan sosial.
Maksud dari upaya
mempertahankan Pancasila ialah Mempertahankan berarti mengusahakan agar
sila-sila dalam Pancasila dilaksanakan dengan baik dalam kehidupan
bermasyarakat maupun bernegara. Dengan kata lain, mempertahankan Pancasila
berarti mengusahakan agar dasar negara Republik Indonesia tidak diganti
dengan dasar negara lain. Usaha yang harus dilakukan pertama adalah dengan
jalan melaksanakan sila-sila Pancasila dalam kehidupan bernegara.
Pemerintah dalam semua tindakannya hendaknya didasarkan atas Pancasila.
Secara rinci, pemerintah Republik Indonesia hendaknya
memperhatikan kehidupan beragama, memperhatikan hak-hak setiap
warganegara, menekankan pentingnya persatuan, memperhatikan suara rakyat
dan memperhatikan keadilan sosial.
Usaha kedua adalah
dengan jalan melaksanakan Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam
kehidupan sehari-hari, masyarakat hendaknya senantiasa memperhatikan
kehidupan beragama, memperhatikan hak-hak orang lain,
mementingkan persatuan, menjunjung tinggi demokrasi, dan memperhatikan
keadilan sosial bagi semua anggota masyarakat. Di lingkungan kampus
antara lain misalnya, seorang mahasiswa harus dapat menerima pendapat
mahasiswa lain yang berbeda dengan dirinya, mahasiswa saling menghormati
hak-hak mahasiswa lain sebagai anggota masyarakat kampus, mahasiswa harus
selalu menghindarkan diri dari perkelahian dengan mahasiswa lain demi
rasa persatuan bangsa.
Usaha ketiga melalui
bidang pendidikan. Pendidikan memegang peranan penting untuk
mempertahankan Pancasila. Dalam setiap jenjang pendidikan perlu
diajarkan Pancasila. Perlu dicamkan kepada anak didik pentingnya Pancasila
sebagai ideologi negara dan dasar negara. Dalam kehidupan di kampus
misalnya, pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di kampus
harus dilakukan dengan wujud perbuatan yang sesuai nilai-nilai Pancasila
dan tidak hanya hafalan pada materi pembelajaran Pancasila. Materi pembelajaran
Pancasila harus dapat menyentuh dan berpengaruh pada sikap dan
perbuatan nyata dari mahasiswa.
Ø Upaya Menjaga
Nilai – nilai Luhur Pancasila
Nilai – nilai yang terkandung dalam pancasila merupakan suatu cerminan dari
kehidupan masyarakat Indonesia (nenek moyang kita) dan secara tetap telah
menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan bangsa Indonesia. Untuk itu
kita sebagai generasi penerus bangsa harus mampu menjaga nilai – nilai
tersebut. Untuk dapat hal tersebut maka perlu adanya berbagai upaya yang
didukung oleh seluruh masyarakat Indonesia. Upaya – upaya tersebut antara lain
:
1.
Melalui dunia pendidikan, dengan menambahkan mata pelajaran khusus
pancasila pada setiap satuan pendidikan bahkan sampai ke perguruan tinggi.
2.
Lebih memasyarakatkan pancasila.
3.
Menerapkan nilai – nilai tersebut dalam kehidupan sehari – hari.
4.
Memberikan sanksi kepada pihak – pihak yang melakukan pelanggaran terhadap
pancasila.
5.
Menolak dengan tegas faham-faham yang bertentangan dengan pancasila.
Demikianlah beberapa upaya yang
dapat kita lakukan untuk menjaga nilai–nilai luhur pancasila sehingga
masyarakat yang aman dan sejahtera dapat terwujud.
Mengenai
konservasi ideologi: konservasi terdapat dua komponen penting yaitu konservasi
fisik atau lingkungan dan konservasi nilai. Nilai-nilai yang digunakan dan
menjadi pedoman adalah nilai-nilai dari Pancasila sebagai dasar bernegara,
misalnya nilai tentang religi, kejujuran, tanggung jawab. Jadi, konservasi itu
tidak hanya pada masalah fisik saja tapi juga menyangkut masalah value (nilai) yang disepakati, nilai
yang kita sepakati ketika menjadi warga Negara adalah nilai Pancasila, kemudian
nilai itu dielaborasikan. Kemudian ketika kita masuk Perguruan Tinggi kita
punya Tri Dharma Perguruan Tinggi dan nilai-nilai tersebut harus berintegrated. (Wawancara Prof. Maman). Terkait dengan
Unnes yang mencanangkan Konservasi itu, dalam arti memelihara, melestarikan dan
mengamalkan Pancasila sebagai warga negara yang baik. Hal ini sangat penting
karena mau tidak mau kita dihadapkan pada berbagai macam ideologi baru di era
global ini yg kontra produktif dengan Pancasila. Jadi, kita harus memaksakan
diri untuk menjaga ideologi kita. Tetapi, jika itu disebut sebagai asas tunggal
itu hanya sebatas institusional life. Karena pada hakikatnya, kita hanya
mengamalkan apa yang berasal dari kehidupan kita, yang paling penting adalah
bagaimana kitta memaknainya. Kalau pemaknaannya menyimpang maka asas tunggal
itu akan menjadi tidak relevan lagi (Wawancara Prof. Masrukhi)
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dapat
disimpulkan bahwa Pancasila adalah ideologi yang berwatak
integralistik. Hakikat yang terkandung didalamnya adalah kebersamaan.
Kebersamaan itu bisa terwujud realitas terintegrasinya sejumlah pluralitas dan
bisa berwujud pula suatu idea yang mengakui adanya pluralitas yang secara alami
berinteraksi saling tergantung membentuk subuah kebersamaan. Jadi di era global ini Pancasila dapat berdiri dengan
kokoh. Pancasila
memberikan corak yang khas kepada bangsa Indonesia dan tak dapat dipisahkan
dari bangsa Indonesia serta merupakan ciri khas yaitu membedakan bangsa
Indonesia dari bangsa lain. Dalam
kurikulum 2013 ini pelajaran mengenai Pancasila ditambah jam pelajarannya agar
siswa dapat lebih memahami tentang Pancasila. Pembelajaran
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di sekolah dilakukan melalui penerapan
berbagai pembelajaran inovatif, kreatif, dan konstekstual sebagai wahana
pembentukan karakter peserta didik secara utuh. Melestarikan Pancasila dapat menggunakan berbagai cara
yaitu : melaksanakan sila-sila Pancasila
dalam kehidupan bernegara, melaksanakan Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat,
setiap jenjang pendidikan perlu diajarkan Pancasila, memberikan sanksi kepada pihak – pihak yang melakukan pelanggaran terhadap
pancasila dan Menolak dengan tegas
faham-faham yang bertentangan dengan pancasila.
B. Saran
Dari makalah yang disusun ini
mengandung saran kepada seluruh warganegara yang diantaranya bahwa:
a.
Setiap
masyarakat Indonesia harus melaksanakan nila-nilai yang terkandung dalam
Pancasila dalam kehidupannya sehari-hari.
b.
Untuk
para pendidik agar dalam mengajarkan Pancasila lebih menarik lagi supaya
peserta didik lebih tertarik untuk mempelajari Pancasila.
c.
Untuk mahasiswa bahwa pancasila harus
dielaborasikan dengan pelestarian nilai-nilai melalui tri darma perguruan
tinggi
DAFTAR PUSTAKA
Besar,
Abdulkadir. 1983. Untuk mewujudkan Pancasila
menjadi kenyataan hidup, berpikir integralistik, merupakan keharusan apriori
sekaligus kebutuhan tak terelakan. Jakarta.
Besar, Abdulkadir. 1992. Damai dan Perang Berdasarkan Pancasila. Jakarta: Lemhanas.
Darmaputera, Eka. 1988. Pancasila: Identitas Dan Modernitas Tinjauan Etis dan Budaya.
Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Desyandri. 2014.
Implementasi Dan Revitalisasi Pancasila Dalam Menumbuh kembangkan Karakter Bangsa.
http://desyandri.wordpress.com/2014/01/04/implementasi-dan-revitalisasi-pancasila-dalam-menumbuhkembangkan-karakter-bangsa/.
Diakses pada hari Senin 26 Mei 2014 pukul 10.15 WIB.
Deutsch, Karl and Stanley Hoffman (ed).1971. The Relevance of International Law. New
York: Anchor Books Doubleday and Company, Inc.
Fattah, Abdoel. 2008 . Pancasila sebagai Lightstar
Dinamis . The Fatwa Center.
http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=201266. Diakses pada hari Senin 26 Mei 2014 pukul 11.00 WIB.
http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=201266. Diakses pada hari Senin 26 Mei 2014 pukul 11.00 WIB.
firza. Zaidil 2011. "Apa Pentingnya Pancasila Dan Bagaimana Upaya
Kita Mempertahankannya". http://www.fikom.unpad.ac.id/?page=detailartikel&id=932. Di akses pada hari Senin 26 Mei 2014 pukul 11.05 WIB.
Handoyo, Eko, dkk. 2010. Pancasila Dalam Perspektif Kefilsafatan dan Praksis. Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media.
Hasan, Nur 2011. Cara ampuh menjaga pancasila. http://hankam.kompasiana.com/2011/05/19/cara-ampuh-menjaga-pancasila-365932.html. Diakses pada hari Senin 26 Mei 2014 pukul 10.50 WIB.
Moerdiono, 1991. Pancasila sebagai ideologi terbuka,
dalam “Pancasila sebagai ideologi“, yang disuntuing oleh: Oetojo Oesman &
alfian, BP-7 Pusat.
Ohmae, Kenichi . 1995. The End Of The Nation State The Rise Of Regional. New York: The
Free Press.
Toffler, Alfin and Heidi Toffler. 1993. War And Anti War. Boston, New York,
Toronto, London: Little, Brown, dan Company.
Suyahmo. 1999. Perwujudan
Pancasila Sebagai Ideologi Negari. Ungaran: UNDARIS.
Udin S. Winataputra. 2014. DISKURSUS AKTUAL TENTANG PARADIGMA PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKn)
DALAM KONTEKS KURIKULUM 2013 (Bahan Diskusi dalam
Semnas PKn-AP3KnI, Tahun 2014). Diakses hari Senin 26 Mei 2014 pukul 10.30 WIB.
Weili Han, M.Sc. Surabaya.http://www.leimena.org/en/page/v/196/mendaratkan-ideologi-pancasila-dalam-pengajaran-di-kelas. Diakses hari Senin 26 Mei 2014 pukul 10.40 WIB.
No comments:
Post a Comment